Selasa, 28 April 2009

Erry Suharyadi: Green and Clean Surabaya

by Tony, Jeffry, Riki, Karno, and Dwi

In 2005, Jawa Pos Group initially conducted Surabaya Green and Clean Program aimed to promote Jawa Pos newspaper with targeting poor people who living in kampongs. Jawa Pos is the biggest business on new papers. I would rather to mention those who living in kampong as poor people because most of them are living under poverty line of $2 a day. Just like any other metropolitan cities, Surabaya comprised into many malls, sky-scrappers, real estate area, but, on the other side, slump area also spreading everywhere. Most of the kampongs were identified as slump area.

While the city government of Surabaya was in local political transition in 2004, the city was suffering unmanaged waste system. People who living in kampong was the most suffering dweller rather than those who living in modern real estate. To get access into kampongs, Jawa Pos Group was building partnership with PKK (women organization) and Karang Taruna (youth organization) to overcome the environment issue.

Through newspaper coupon on Jawa Pos newspaper, the program provided assistance grant for environment improvement. The first activity of Green and Clean Program was “bersih-bersih berhadiah” (grant for clean) which amount Rp12.5 million (around $1000). Those kampongs submitted their proposal through the newspaper coupon on Jawa Pos newspaper. The activities allowed the communities in Surabaya increased “kerja bakti” which used to be acknowledged as annual activities to clean up the neighborhood area, such as sweeping the drain, cutting back the weeds, burning the debris, repainting the public facilities. In the third month, the activities targeted Wonokromo slump area. Along with support of city government, the program attempted to develop plantation in the slump area in which more than 100.000 volunteers involved “kerja bakti” with planted one million trees.

In the second year, the activities stepped on setting up solid waste management system. It adopted zero waste at grass root level through introducing the concept of circular systems in which as much waste as possible was reused, similar to the way that resources are reused in nature.

According to Erry Suharyadi, the key success of this activity is the huge market share of Jawa Pos which comprised more than 80%. In 2008, participants of SGC was noted more than 1800 communities (rukun tetangga).

Rabu, 15 April 2009

Sriatun Djupri: from the bottom of the heart

Sriatun leaved her home town of Trenggalek and moved to Surabaya in 1973, in Kampong Jambangan. Living in Kampong Jambangan which near Surabaya River in 1970s was far away from good environment. Instead of a dumping ground, slump area, water pollution, or breeding place of disease, Jambangan was well known as the longest lavatory in Surabaya at that time. Most of the migrant families in Jambangan exploited the river for bathing, washing, and as lavatory. The young Sriatun called it as “helicopter”. That was the time that she promised to attack “the helicopters”.

Involving with some organizations, formally called Karang Taruna (youth organization) and PKK (women organization), she started to promote clean environment through avoiding to use the river for dumping. It started from her own home. In 1986, the city government of Surabaya enacted local regulation which mandated each community to manage their waste inventory effectively, from a simple ship-in, to merge of containers into a tank, or a split of waste.
Believing that the regulation would be an effective weapon to fight for “the helicopters”, Ms Sriatun came to her neighborhood to take a look at whom who already pursuit it. Conversely, her neighbors presumed her activities for fund raising. No wonder that nobody would like to met her. The servant or even dog was the one who preferred to welcome her.

In 1996, the Provincial Government granted public sanitation with 9 lavatories for Kampong Jambangan. However, it needed more and more fighting against the community’s bad habit of disposing of excreta anywhere within the river. Jambangan was still under attack by "the helicopters". In 2000, Unilever promoted Clean Brantas River through greening the river. Starting at the house of Ms Djupri, the program distributed the plant to her neighbor for free. Unilever also renovated the public sanitation which provided by the government. She also got supports from various organizations to compost organic materials, such as Mr Yadi, and Mr Takakura. Many volunteers were involving the program with support from foreign and domestic funding. Nowadays, we cannot find any “helicopters” in Jambangan.

She got many awards for environment movement, i.e. Environment Survivor 2006 from Surabaya Mayor Bambang Dwihartono, Global Award from Austria 2006, Kalpataru 2008 from President Yudhoyono, Green and Clean Award 2007 from Jawa Post, Heroes 2009 in Kick Any Metro TV.

By Hendy, Bachtiar Pugoh, Wulan Liliana, Wulan Lusiana, Christina Dewi (B)

Soebakri Siswanto: Ketua Paguyuban PKL Trisula Taman Bungkul

Pak Sis, begitu panggilan akrabnya, dipilih oleh para pedagang kaki lima di Taman Bungkul untuk menjadi ketua paguyuban PKL. Keberadaan PKL pada 1999 menyebabkan kawasan Taman Bungkul kumuh dan tidak teratur. Mereka kemudian mengajukan usulan kepada Pemerintah Kota Surabaya untuk mendapatkan pembinaan. Paks Sis adalah warga Bungkul yang menjadi juru kunci makam dan sebagai generasi ke-7 dari Sunan Bungkul, mertua Sunan Giri.

Pada 2006, Dinas Koperasi Surabaya menjadikan PKL di taman Bungkul sebagai paguyuban dengan nama PKL Trisula. Sementara itu, makam Sunan Bungkul direnovasi menjadi sebuah taman yang asri lengkap dengan jaringan wifi yang bisa diakses secara gratis.

Para PKL di Taman Bungkul tidak dipungut biaya sewa. Mereka hanya dibebani biaya listrik sesuai pemakaian kiosnya. Untuk menjaga kebersihan, mereka dikenai biaya Rp 7 juta per bulan. Untuk memperkuat tali silaturahmi, paguyuban ini mengadakan arisan sebulan sekali. Rapat evaluasi diri juga dilakukan dua minggu sekali.

Pada 2009, PKL Trisula mengundang anak yatim piatu ke Taman Bungkul. Anak-anak ini diberi voucher makan untuk jajan di warung-warung mereka sekaligus bermain di Taman Bungkul. Tahun depan, kunjungan balas akan dilakukan.

Maret 2009, Yulianty, Angga Wahyu, Martino Asep, Areni, Rahardian Wiweka (B)

Kamis, 12 Maret 2009

Pembagian Kelompok

Berikut ini pembagian kelompok per kelas dan isu yang akan dibahas. belum berarti, target tokoh yang akan diwawancara belum ada.


Tokoh Terpilih:
Ibu Sriatun Djupri, penyelamat lingkungan, oleh Aditanto Wargono, dkk.



Kelas C
LINGKUNGAN: Jawa Pos (Jeffry, Dwi Haryoko, Karno, Tony Agus, Riki Kurniawan), belum , belum (Leonardo Lie, Mickail, Cinthya, Aluisius), belum (Aditanto, Lina, Benyamin), belum (Rendra Antar, Dewi Erti Ramadhani, Januar Prasetyo, Densinta Wirianti, Trivani Oezir)

UMKM: belum (Yudi Hartanto, Ivan Alexander, Henrie Kurniawan, Leonard Awyanto, I Kadek Dwipayana), belum (Nikito, Widha Jaya, Rica, Vivi, Salim), belum (Irine Limbowo, Ivana Sani, Grace Mariani, Steven, Felix), belum (Dian Eka, Vonny Wong, Liesita, Sici Pujiwati, Rosiana)

Kelas D
LINGKUNGAN: (Yuliana Lauren, Ivana Stevani, Steven Wiryono, Muliawan Prabawa, Yuriharja Tanama), (Aisha Ramayanti, Fitri Ratna Wulan, Cynthia Rizka, William Yusep), (Helena Gracia, Lina Afriliani, Eka Jaya Pranata, Theresia Laras, Dimas Realino), (Yohanes Putra, Begie Setya, Vinneta, Eka Sulistyawati), belum (Synta Sutanto, Marselly, Margaretha Sulayman, Stefanus Rocky Suryadi, Tommy Wijaya)

UMKM: belum (Cindi Santoso, Maria Yuvina, Devie Sanjaya, Vicky Wijaya, Sidharta Martin), belum (Marco Yohan, Edric Lomewa, Azhar Fajar, Gede Ardi, Rizky Martha), belum (Lidyah Herestraty, Arya Ranggawuni, Dimas Realino(?))

Rabu, 11 Maret 2009

Tugas Kelompok

Mewawancarai seorang tokoh yang bergerak dalam bidang lingkungan, transportasi, dan usaha kecil. Carilah tokoh yang benar-benar mempunyai peran dalam melakukan perubahan terhadap dinamika kota Surabaya.

Untuk menggali informasi tentang keberlanjutan perjuangannya, metode wawancara bisa berupa kombinasi antara timeline dan kerangka keunggulan kompetitif. Pengembangan metode wawancara sangat dianjurkan.

Laporan berupa transkrip (1) hasil wawancara dan (2) dokumen elektronik (multimedia). Sertakan pula dinamika kelompok dalam menyelesaikan tugas ini.

Sabtu, 24 Januari 2009

Meredam Krisis Global di Jawa Timur

A. Hery Pratono
Gelombang krisis dunia sudah bisa dirasakan dampaknya di Jawa Timur. PHK sudah terjadi di sentra-sentra industri yang mengandalkan pesanan, khususnya untuk pasar ekspor. Fenomena ini mirip dengan Depresi Besar 1920an, yang waktu itu menghancurkan perekonomian Jawa Timur. Padahal, awal 1900an adalah era keemasan ekonomi Jawa Timur sebagai sentra industri gula dunia. Buktinya, mesin uap sebagai teknologi paling canggih di Asia Tenggara saat itu pertama kali ada di Jawa Timur, yaitu di Wonokromo.

Krisis global waktu itu yang menggeser Inggris sebagai pusat ekonomi dunia digantikan oleh Amerika. Selanjutnya bisa ditebak, secara perlahan tapi pasti, dinamika ekonomi di Pulau Jawa juga mengalami pergeseran ke arah Jawa bagian barat. Mungkinkah Jawa Timur bertahan menghadapi krisis global abad 20-an ini, yang nampaknya akan menggeser peran Amerika?
Dalam pendekatan ekonomi makro yang mengandalkan analisis pertumbuhan ekonomi, untuk mengurangi angka pengangguran sekaligus menyerap pertumbuhan angkatan kerja di Jawa Timur yang mencapai angka 500 ribu dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Namun rasanya cukup sulit untuk mencapai angka ini. Dengan kondisi krisis seperti ini, pertumbuhan ekonomi sebesar 5% sudah cukup bagus bagi perekonomian Jawa Timur.

Dengan perkiraan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2008 Jawa Timur mencapai Rp 500 trilyun, pertumbuhan sebesar 5% dari PDRB berarti setara dengan Rp25 trilyun. Dengan perkiraan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) sebesar 5 maka diperlukan investasi sekitar 5 x Rp 25 trilyun, yaitu 125 trilyun. Mungkinkah Jawa Timur bisa menggenjot investasi sebesar itu?

Kebutuhan investasi sebesar 125 trilyun adalah sebuah angka yang cukup besar mengingat Penanaman Modal Asing 2008 sampai Oktober dilaporkan BPS sebesar US$2,5 milyar atau setara dengan 27 trilyun sedangkan investasi domestik diperkirakan mencapai 10 trilyun. Sisanya ditutup dari investasi pemerintah dan kredit sektor perbankan. APBD Propinsi 2008 sebesar 7,3 trilyun dan total APBD Kabupaten Kota kurang lebih berkisar pada angka 35 trilyun. Kalau kita perhatikan lebih jauh, rata-rata alokasi APBD untuk belanja langsung tidak lebih dari 25% atau setara dengan 10 trilyun.

Dengan dana pihak ketiga sektor perbankan atau tabungan masyarakat sebesar 80 trilyun, kredit sektor perbankan tahun 2008 rata-rata 75% dari load deposit ratio atau hanya mampu memenuhi sekitar Rp 60 trilyun, dengan asumsi suku bunga cukup kompetitif di kisaran 9 sampai 10%. Itu pun masih ada kekurangan sekitar 10 trilyun. Dengan pertumbuhan ekonomi hanya berkisar 4%, diperkirakan gelombang pengangguran akan semakin besar lagi.

Dampak dari scenario terburuk tersebut harus ditanggung di sentra-sentra Industri. Sementara daerah-daerah pinggiran seperti kabupaten-kabupaten yang terletak tepi laut selatan masih bisa bertahan dengan bergantung pada ekonomi subsistence atau mengandalkan kebun sendiri untuk sekedar memenuhi kebutuhan pangan.

Namun demikian, program-program stimulus yang akan terserap ke kawasan sentra-sentra ekonomi hendaknya tidak mengabaikan kebutuhan dasar kawasan pinggiran. Rata-rata daerah-daerah pinggiran tersebut hanya mampu menghasilkan PDRB Rp 1 trilyun per tahun. Bandingkan dengan kebutuhan investasi Jawa Timur yang mencapai 125 trilyun yang akan terserap ke Surabaya dan Sekitarnya. Paling tidak harus ada jaminan untuk memenuhi pendidikan dan kesehatan dasar. Sudah selama 10 tahun terakhir, rata-rata pendidikan masyarakat Jawa Timur hanya berkisar di angka 6 tahun atau hanya lulus SD. Tidak heran ICOR di Jawa Timur cukup tinggi alias ekonomi yang tidak produktif.